Tank-tank tersebut ditargetkan sudah bisa dikirim ke Tanah Air secara bertahap mulai tahun ini.Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Untung Suropati mengungkapkan, pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) tank amfibi tersebut merupakan bagian dari strategi TNI Angkatan Laut berkaitan dengan konsep kekuatan pokok minimum.“Juga berkaitan dengan pengembangan divisi marinir kita di Sorong,” ungkap Untung di Jakarta kemarin.
Penambahan divisi marinir menjadi tiga divisi (dua divisi sekarang di Surabaya dan Jakarta) tersebut harus diikuti dengan penambahan alutsista. Sejauh ini marinir telah memakai tank BMP-3F sejak Desember 2010 sejumlah 17 unit.Tank ini merupakan tank terberat yang dimiliki militer Indonesia, bahkan mengalahkan milik TNI Angkatan Darat. Terkait nilai kontrak 37 unit BMP-3F, Untung mengaku belum bisa menyampaikan ke publik.
“Sejauh ini baru jumlah yang bisa disampaikan,” ucapnya. Saat ini, TNI AL sudah dilengkapi sejumlah alutsista andalan. Di antaranya BTR (Bronetransporter) - 50 P panser amfibi buatan Rusia, PT – 76, dan BVP-2 yang didatangkan dari Slovakia, serta LVT (landing vehicle track) - 7A1 buatan Amerika Serikat tahun 1985 yang merupakan hibah dari Korps Marinir Korea Selatan pada 2009.
Menurut dia, tank-tank tersebut kemungkinan sudah bisa mulai diboyong ke Tanah Air tahun ini. “Untuk datangnya bertahap, saya kira tahun ini sudah mulai karena untuk tank tidak serumit kalau kita pesan kapal selam maupun kapal perang permukaan,”ungkapnya. Menurut Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno, jumlah tank BMP-3F nanti diharapkan bisa menjadi 54 unit.
Tanktank tersebut akan ditempatkan di wilayah barat dan timur Indonesia. Anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi mengatakan,rencana tersebut masih sebatas penjajakan dan belum sampai pada penandatanganan kontrak. “Tapi, penjajakan ini perlu. Kondisi geografis kita yang berupa kepulauan memang memerlukan ada penguatan angkatan laut, termasuk marinir,” ucapnya.
Menurut politikus PDIP ini, marinir membutuhkan tank amfibi karena yang dimiliki sekarang sudah uzur.“Jika TNI Angkatan Darat saja butuh 100 MBT, harusnya marinir lebih dari itu sehingga bisa mendukung operasi yang tersebar di berbagai wilayah, termasuk nanti di Sorong,”paparnya. Meski memerlukan tank amfibi, Helmy mewanti-wanti agar dalam pembeliannya tidak tergesa-gesa,tapi harus tetap memperhatikan beberapa aspek penting.
Di antaranya diversifikasi alutsista.“Jangan sampai kita terpaku pada negara tertentu sehingga bisa membatasi penggunaan alutsista itu,”kata dia. Selain itu, keterlibatan industri pertahanan dalam negeri juga penting untuk dipertimbangkan. Apalagi, selama ini industri dalam negeri seperti PT PAL memiliki kemampuan dalam pengembangan alutsista TNI Angkatan Laut, termasuk dalam meretrofit tank amfibi milik marinir.
Untuk pembayaran,Helmy menekankan agar pemerintah sebisa mungkin menghindari kredit ekspor karena jatuhnya biaya yang harus dibayar menjadi membengkak akibat bunga kredit. Menurut Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, hingga saat ini pemerintah masih memiliki sisa kredit negara (state credit) sebesar USD800 juta dari total USD1 miliar yang ditawarkan pemerintah Rusia. Sisa yang cukup besar itu disebabkan pemerintah tidak jadi membeli kapal selam dari negara tersebut.
Sumber : Sindo
0 komentar:
Posting Komentar